Model pembelajaran Think-Paire-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland tahun 1985. Think-Paire-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada pada untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu mengoptimalkan partisipasi siswa (Lie, 2004:57).
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Paire-Share adalah:
- Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.
- Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri.
- Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.
- Kedua pasangan bertemu kemnali dalam kelompok berempat. Siswa berkesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004:58).
Think-Paire-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu (Nurhadi dkk, 2003:66). Setelah guru menyajikan suatu topik atau setelah siswa membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Dalam model ini siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas.
Tahap utama dalam pembelajaran Think-Paire-Share menurut Ibrahim (2000:26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 1. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2. Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan merumuskan jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan merumuskan jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
Tahap 3. Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melapirkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran dengan pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melapirkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran dengan pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya. Selanjutnya pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:
- Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
- Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
- Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
- Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
- Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12).
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah:
1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
2. Lebih sedikit ide yang muncul, dan
3. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
2. Lebih sedikit ide yang muncul, dan
3. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.